News & Activity

Peran Bidan Dalam Edukasi Gizi Bantu Kurangi Resiko Kematian Ibu

Latest Update: 08 Dec 2011

Keterangan gambar: (Dari Ki-Ka): Arletta Danisworo sebagai MCbeserta para pembicara dalam Nutritalk IV: Yeni Fatmawati – Corporate Affairs & Legal Director PT Sari Husadadr. Kartono Mohamad dan Bidan Roosmany Laulang

Jakarta, 8 Desember 2011 –  Bidan memiliki peran historis yang cukup kuat dalam masalah kesehatan ibu dan anak di Indonesia karena sebagian besar kelahiran di tanah air dibantu oleh tangan-tangan trampil dan terdidik bidan. Posisi geografis serta sebaran penduduk membuat bidan dituntut untuk semakin berperan tidak hanya dalam pertolongan persalinan namun juga edukasi gizi dan kesehatan terhadap masyarakat khususnya ibu-ibu dalam persiapan, selama masa kehamilan, persalinan serta paska persalinan. Topik ini menjadi pokok bahasan acara Nutritalk yang diselenggarakan oleh Sari Husada hari ini di Jakarta. Nutritalk merupakan program rutin yang diselenggarakan oleh Sari Husada dalam upaya edukasi gizi dan kesehatan dengan mengundang para ahli kesehatan dan ahli gizi.

Pengamat kesehatan masyarakat, dr. Kartono Mohamad,  yang pernah menjabat sebagai Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), mengatakan, “Peran penting bidan dalam edukasi masalah gizi dan kesehatan  masih relevan dan semakin dibutuhkan mengingat  bahwa sebanyak 60% kasus kelahiran di Indonesia ditangani oleh para bidan (Riskesdas 2007). Keberadaan bidan yang tersebar di seluruh pelosok tanah air membuat mereka memiliki peran khas dan menjadi salah satu sosok kunci untuk membantu peningkatan kesehatan ibu dan anak di Indonesia baik melalui upaya preventif (pencegahan) maupun kuratif (pengobatan)”.

Peran bidan sangat dibutuhkan dalam menangani masalah tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, terdapat 228 kematian ibu dalam 100.000 kelahiran hidup; serta 31 bayi meninggal dalam setiap 1.000 kelahiran. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki angka kematian ibu dan bayi yang tinggi. Sementara itu, untuk mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) 2015, yaitu AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup, membutuhkan upaya yang lebih keras serta partisipasi yang lebih erat dari berbagai pihak, termasuk bidan yang tinggal dan hidup bersama masyarakat di berbagai pelosok tanah air. Apalagi Indonesia merupakan negara dengan kondisi geografis, sosial, ekonomi dan kultur yang beragam.

“Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu (28%) sementara anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya pendarahan dan infeksi yang merupakan faktor kematian utama,” kata dr Kartono. Masalah ini sebenarnya bisa dicegah melalui program promosi kesehatan dan edukasi gizi yang tepat untuk ibu hamil. Edukasi tentu saja akan berhasil jika dilakukan secara intensif oleh tenaga kesehatan yang memiliki ikatan sosial dan hubungan yang baik dengan ibu hamil maupun yang sedang mempersiapkan kehamilan, dan bidan merupakan salah satu profesi yang bisa memainkan peran sebagai pendidik, tambah dr Kartono.

Yeni Fatmawati selaku Corporate Affairs and Legal Director PT Sari Husada menyatakan, “Nutritalk kali ini sengaja memilih topik tentang peran bidan karena sejalan dengan rangkaian Nutritalk sebelumnya dimana telah dibahas masalah gizi klinis, gizi dan perkembangan janin, serta persoalan gizi lintas generasi. Setelah membahas persoalan gizi dari segi ilmiah (gizi klinis) oleh dr Inge Permadi SpGK, teknologi (pemantauan perkembangan janin melalui USG) oleh dr Judi Enjun SpOG, dan tantangan gizi anak dari masa kemasa oleh Prof Ahmad Sulaeman, sekarang kita mengundang dr. Kartono Mohammad seorang dokter senior dan pengamat kesehatan yang memiliki pengalaman puluhan tahun. Selain itu juga kami mengundang Bidan Roosmany Leolang dari Kabupaten Bima, seorang bidan pendidik senior yang peduli pada upaya peningkatan kemampuan dan ketrampilan bidan (capacity building) di wilayah Bima, Nusa Tenggara Barat.”

“Kerja keras tenaga kesehatan terutama bidan, di daerah-daerah terpencil menjadi sangat dibutuhkan terutama dalam hal edukasi dan sosialisasi gizi dan kesehatan ibu hamil dan melahirkan sehingga perlu didukung dan diberikan apresiasi. Kami berupaya untuk terus mengangkat dan mendukung perjuangan sosok-sosok bidan yang keberadaannya selama ini hampir tak terdengar sehingga kontribusi mereka mampu menjadi teladan bagi kita semua,” lanjut Yeni.

Bidan Roosmany Leolang merupakan salah satu bidan pemenang Srikandi Award 2010 kategori bidan inspirasional. Srkandi Award adalah penghargaan tahunan yang diberikan oleh Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Sari Husada. Langkanya tenaga bidan dan kondisi geografi kabupaten Bima yang sulit untuk dijangkau dengan transportasi, merupakan hambatan utama dalam menangani kasus kelahiran di Bima. Inilah yang menjadi latar belakang Roosmany dalam memilih profesi sebagai Bidan. Dalam melaksanakan tugasnya memeriksa pasien dan menangani persalinan, tak jarang bidan Roosmany harus menempuh perjalanan jauh melewati jalur laut dan darat dengan menggunakan sampan dan kuda. Namun, tekadnya yang kuat dalam menjalani tugasnya tidak hanya sampai disitu. Bidan yang dikenal sebagai ‘Sang Pejuang Pendidikan dari Nusa Tenggara’ ini turut memperjuangkan pendidikan untuk bidan-bidan senior di Bima. Hal ini tak lain berkenaan dengan adanya kebijakan pemerintah akan standar kompetensi bidan dan perawat, khususnya kualifikasi pendidikan minimal D3 untuk para bidan.

 

Srikandi Award 2011

Ternyata Bidan Roosmany tidak sendirian, di berbagai pelosok Nusantara terdapat banyak sekali bidan yang menghadapi kendala, baik dalam hal fasilitas, transportasi, ketersediaan obat, sarana penunjang serta berbagai tantangan sosial lainnya. Namun panggilan hati sebagai ibu, juga sebagai bagian dari masyarakat begitu kental melekat dalam jiwa para bidan sehingga mereka tetap bertahan dan berjuang.

Hal ini yang menginspirasi Sari Husada untuk menggelar Srikandi Award 2011 bertemakan “Kisah 9 Bidandari”. Dalam tahun pelaksanaan yang ke tiga ini, Srikandi Award mengangkat dan memberikan apresiasi pada sembilan sosok bidan inspirasional di Indonesia.

dr. Kartono yang tahun ini kembali bertindak sebagai Ketua Dewan Juri Srikandi Award menjelaskan, “Srikandi Award adalah sebuah program pembinaan dan penghargaan terhadap bidan yang telah menjadi agen perubahan bagi masyarakat khususnya dalam upaya menurunkan angka malnutrisi, angka kematian bayi atau balita dan meningkatkan derajat kesehatan ibu melalui program Pos Bhakti Bidan. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, tahun ini kami mempersembahkan penghargaan ini kepada bidan-bidan inspirasional yang telah dinominasikan oleh 33 propinsi. Mereka telah mampu memberikan kontribusi maksimal ditengah hambatan atau tantangan bidan dalam menghadapi upaya perbaikan kesehatan di Indonesia.”

Oleh dewan juri, penghargaan atas tantangan bidan dibagi kedalam tiga kategori yaitu: tantangan budaya, promosi kesehatan dan pemberdayaan ekonomi. “Masing-masing kategori ini mencerminkan kenyataan kompleksitas peranan bidan di tengah masyarakat. Peran medis yang selama ini mereka emban telah berkembang menjadi peran strategis yang membutuhkan kejelian, ketanggapan dan keyakinan yang tinggi agar dapat berjalan dengan baik dan memberikan kontribusi yang positif terhadap kondisi kesehatan ibu, anak dan lingkungan masyarakat dimana mereka berdomisili,” jelas dr. Kartono.

“Menyambut Srikandi Award 2011 yang akan diadakan tanggal 20 Desember 2011 nanti, dalam kesempatan ini kami mohon dukungan rekan-rekan media agar sosok dan kisah inspirasional para bidan Indonesia dapat digaungkan ke masyarakat luas sehingga mampu membangkitkan kesadaran kita semua untuk mengapresiasi eksistensi dan kontribusi bidan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sampai jumpa di edisi Nutritalk mendatang!” pungkas Yeni.

Back to Archive