Tanya Ahli

Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.

Alergi Protein Susu Sapi Dan Solusinya

Oleh Ani Berta 02 May 2014

IMG-20140416-06450 Narasumber

Jakarta, 16 April 2014 lalu, saya berkesempatan mengais ilmu gizi dalam rogram #NutriTalk yang rutin diadakan oleh Sari Husada melalui Nutrisi Untuk Bangsa. Bertempat di Bebek Bengil Restoran, tema yang diangkat kali ini adalah Alergi Protein Susu Sapi Bukan Penghalang Tumbuh Kembang Anak. Seminar dengan diskusi interaktif yang sangat saya sukai.

Dihadiri dr.Marina Damajanti, MKM selaku Kepala Subdirektorat Bina Gizi Klinik, Direktorat Bina Gizi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dan selaku Narasumber adalah dr.Zakiudin Munasir, SpA(K) – Ketua Divisi Alergi Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan anak FK UI, RSCM, dan dr.Bernie Endryani Medise, SpA(K), MPH ahli tumbuh kembang.
Selain alergi protein susu sapi, dibahas pula tumbuh kembang anak dengan detail, diskusi semakin interaktif dengan moderator Nadia Mulya.

Materi pertama disampaikan dr.Zakiudin, tentang alergi protein susu sapi yang merupakan salah satu alergi makanan yang paling umum dialami anak disebabkan pemberian susu sapi beserta turunannya yang menyebabkan reaksi imunologis, biassanya mulai terlihat pada usia 6 bulan pertama setelah lahir.Pemicunya adalah saat sistem imun menganggap bahwa kandungan protein pada susu sapi adalah zat berbahaya. Sistem kekebalan tubuh anak akan melawan protein susu sapi sehingga reaksi-reaksi alergi muncul.

Penyebab alergi biasanya terjadi pada anak yang punya bakat alergi atau disebut atopik. Bakat alergi ini disebabkan oleh turunan dari orangtua atau keluarga yang mempunyai riwayat alergi. Selain disebabkan karena faktor turunan juga disebabkan oleh faktor lingkungan.
“Penyebab faktor lingkungan selain polusi udara juga dari makanan dan obat antibiotik. Aktivitas fisik berlebihan pun memicu terjadinya alergi” Kata dr.Zakiudin.

Gejala yang sering muncul pada anak yang memiliki alergi protein susuu ssapi adalah masalah di saluran cerna, mulai dari mutah, kolik, diare, darah dalam feses, serta masalah pada kulit berupa bentol merah gatal, bentol merah berisi cairan, keropeng, kulit kering dan gatal.
Gejala klinis lainnya bengkak dan gatal di bibir sampai lidah, nyeri dan kejang perut, muntah sampai diare berat sampai berdarah bahkan bisa berdampak pada saluran pernapasan seperti gatal-gatal, hidung tersumbat, batuk pilek berulang, sesak napas dan asma.

Anak dengan alergi protein susu sapi yang mengalami gangguan saluran cerna, akan mengalami gangguan asupan gizi, karena akan mengalami komplikasi kurang gizi atau malnutrisi. Sehingga tumbuh kembangnya akan terhambat.

Proses alergi pada anak,dapat diketahui melalui diagnosis awal, caranya dengan uji kulit pada anak, jika anak diberikan makanan sumber pemicu alergi seperti kepiting, udang, telur, kacang tanah, Sea Food lainnya lalu bereaksi gejala alergi, maka dipastikan anak mengalami alergi.

“Mengatasi alergi tentunya jangan sampai memakan pantangan, harus dihindari dan mencari lagi subtitusi makanan yang kaya gizi lainnya sebagai penyeimbang nutrisi anak” dr.Zakiudin menjelaskan.

Faktor risiko pemicu alergi bisa jadi berangkat dari keluarga perokok berat, polusi lingkungan yang buruk dan anak tidak mendapatkan cukup ASI. Dr.Zakiudin menambahkan bahwa penanganan dasar yang lebih efektif untuk alergi protein susu sapi cukup dengan menghindari protein susu sapi beserta produk turunannya, selama penanganan alergi protein susu sapi, pembrian ASI pada bayi tidak boleh dihentikan. Jika ASI tidak memungkinkan untuk diberikan, bisa diberikan susu formula hipo allergenic , yaitu susu sapi yang sudah melalui proses enzimatik dengan pemecahan molekul yang lebih kecil sehingga dapat meminimalisir terjadinya alergi. Atau pemberian susu soya yang mengandung isolat protein kedelai.

Lalu sessi dr.Bernie menambahkan bahwa tumbuh kembang anak yang ada hubungannya dengan alergi protein susu sapi, biasanya akan mengalami gangguan tumbuh kembang. Oleh karena itu diupayakan agar anak selama dalam Golden Periode harus dioptimalkan, dengan memberikan stimulasi, efek psikologis dan pemberian nutrisi yang baik. Masa istrirahat anak juga harus cukup dan diberikan perhatian yang fokus pada masa pertumbuhannya. Hal terpenting lainya adalah menghindari untuk sementara makanan yang dapat memicu alergi pada anak.