Tanya Ahli

Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.

Peran Ibu Untuk Si Pemimpin Kecil

Oleh ratna_np 20 Oct 2013

Apa itu pemimpin?

Jawabannya tidaklah semudah yang saya kira. Butuh waktu hingga batas akhir Sayembara penulisan ini untuk sampai pada jawaban yang membuat saya puas. Bagi saya, untuk bisa memimpin dan menjadi pemimpin, seseorang haruslah:

  1. mempunyai inisiatif, dorongan dan ketetapan hati untuk melakukan apa yang harus dilakukan
  2. tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya
  3. yakin dengan apa yang dilakukan dan bisa meyakinkan yang lainnya
  4. dipercaya oleh yang lain dalam apa yang menurutnya harus dilakukan
  5. diterima / diikuti oleh yang lain dalam apa yang dilakukannya.

Sebelum ini, jawaban atas pertanyaan tersebut bagi saya selalu terlampau mudah: pemimpin adalah orang yang diikuti, bukan yang mengikuti. Tapi, mengapa seseorang itu diikuti? Apa yang membuat orang mau mengikuti? Karena pemimpin tidaklah sebatas petinggi-petinggi yang duduk “di atassana”, dengan kekuasaan yang sifatnya memaksa. Pemimpin tak harus berkuasa dan tak harus memimpin dengan paksa. Pemimpin juga ada dalam sosok-sosok bersahaja, dengan pengaruh pribadi yang tak bersifat memaksa. Pemimpin juga ada dalam diri anak-anak dan orang-orang biasa: di jalan-jalan, di antara gubuk dan persawahan, serta di rumah-rumah kediaman. Jadi, apakah yang membuat seorang pemimpin sanggup memimpin?

Itulah pertanyaan yang menyusul kemudian, ketika Nutrisi Untuk Bangsa memaksa saya berpikir: apa yang harus saya lakukan untuk menjadikan anak-anak saya pemimpin! Saya tak pernah memikirkan ini sebelumnya! Saya tak pernah memikirkan arti pentingnya. Mengapa saya harus menjadikan anak-anak saya pemimpin, sementara mengajarkannya bertahan di tengah kerasnya kehidupan saja rasa-rasanya terlampau sulit?

Namun setelah beberapa waktu, pandangan saya berubah…. Ya! Kenapa tidak? Kenapa hanya sekedar mendidik anak agar sanggup “bertahan” melawan hantaman arus kehidupan? Kenapa tak mendidik anak yang kelak justru sanggup “memberi arah” bagi kehidupan? Menjadi pengambil tindakan yang benar dan bukannya sasaran tindakan yang salah? Menjadi pengambil keputusan yang tepat dan bukannya korban keputusan yang lemah? Menjadikan anak-anak kita pemimpin yang baik bagi dirinya sendiri dan orang lain adalah jawaban cemerlang bagi kekuatiran abadi kita sebagai ibu.

Tapi apa yang dapat saya lakukan pada anak-anak saya yang masih kecil? Hal-hal yang juga kecil tentunya! Tapi barangkali akan berdampak besar bagi kehidupan mereka. Saya banyak mendapat contoh-contoh tindakan praktis dari sebuah artikel di thesurvivalmom.com: “8 Vital skills to teach your children that will trump an Ivy League education”. Sebagian contoh tindakan sederhana yang saya cantumkan saya kutip langsung dari artikel tersebut, sebagian terinspirasi olehnya, dan sebagian lagi merupakan pendapat serta pengalaman saya sendiri jauh sebelum ini.    

 1. Seorang pemimpin harus mempunyai inisiatif, dorongan dan ketetapan hati untuk melakukan apa yang menurutnya harus/perlu/baik/tepat/benar untuk dilakukan.

Untuk ini, seorang anak harus mampu tampil ke depan: berani bersuara, berani menyatakan ide atau pendapat, serta gigih menyuarakannya. Dia tak harus memaksakan pendapat tentu saja.Adasaatnya dia harus bersikap fleksibel dan terbuka dengan suara-suara yang ada, seperti usulan-usulan tentang kegiatan yang akan dilakukan. Tapi ada kalanya dia perlu bersikap teguh mempertahankan pilihan tindakannya, seperti menolong teman yang mendapat kesulitan karena perlakuan buruk teman lainnya. Yang  terpenting, dia tidak surut dalam menyuarakan pendapat atau melakukan tindakan yang dirasanya benar, hanya karena merasa malu, takut atau tidak percaya diri untuk tampil ke muka.

Apa yang dapat saya lakukan pada anak-anak saya? Sekali lagi, hal-hal yang kecil saja. Misalnya:

- melatih anak berani berbicara/bersuara dengan sering-sering membiarkan mereka berbicara dengan orang dewasa: memesan sendiri makanan di restoran, menanyakan sendiri barang yang hendak dibeli pada penjaga toko, atau melakukan sendiri transaksi pembayaran di bawah pengawasan ibu yang berdiri agak jauh di belakang. Saya telah mencoba hal ini berkali-kali sejak mereka masih balita, dan sungguh mengasyikkan menonton anak kecil yang polos mencoba berkomunikasi dengan orang dewasa dengan suara mereka yang kecil dan polos juga!

- melatih anak saya ‘bekerja’. Barangkali ‘bekerja’ akan membantu anak mengembangkan inisiatif dan dorongan positif untuk melakukan hal baik yang menguntungkan banyak orang. Tujuannya tak harus mencari uang, meski anak memang mendapat imbalan uang. Tidak pula harus di luar rumah, karena anak saya yang kecil dapat bekerja mengecat dinding kamarnya yang penuh coretan! (Dengan warna cat yang disukainya tentu saja). Anak saya yang lebih besar dapat bekerja mengantarkan baju-baju pesanan kepada para pelanggan. Dia akan bertemu dan berkomunikasi dengan banyak orang, menangani berbagai keluhan serta menyampaikan bermacam-macam pesan.

- melatih anak berani mempertahankan pendapat jika dia memiliki alasan yang kuat untuk meyakini kebenaran pendapatnya. Mungkin orang tua tidak akan senang mempunyai anak yang kritis dan pandai mengajukan alasan, tapi keberanian ini menjadi penting ketika dia harus membawa pendiriannya ke tengah-tengah pergaulan, di mana ada tekanan dari ide-ide yang berseberangan, serta penolakan atas kebenaran yang diyakininya. Biarkan anak berlatih memiliki suara dan mendengarkan suaranya, karena di luarsanadia hanya bisa mengandalkan suara hatinya sendiri. Biarkan dia mengajukan argumentasi di saat-saat tertentu, dengarkan argumennya, dan hormati dia dengan pendiriannya. Orang tua tidak selalu benar dan tidak sepantasnya selalu merasa benar. Tapi sebagai ibu, saya pun harus terus-menerus memberitahunya arah yang benar berdasarkan nilai-nilai yang lebih tinggi daripada kebenaran saya sendiri. Ajak dia berdiskusi dan dorong dia berpikir dalam kerangka nilai-nilai tersebut.

- melatih anak berjuang melawan hambatan atau rintangan, dan tidak surut ke belakang sebelum berhasil melaluinya. Anak perlu merasa bahwa dia sanggup melakukan hal yang perlu dia lakukan, tak peduli halangan yang menghadang. Sejak anak masih batita, saya tak pernah ingin membiarkannya meninggalkan sesuatu dengan perasaan gagal. Saya ingin anak selalu pergi membawa perasaan berhasil. Jika dia gagal memasukkan bola ke ring basket beberapa kali sehingga tidak mau bermain lagi, saya akan memaksanya mencoba setidaknya satu kali saja lagi. Biasanya dia akan melakukannya sambil marah-marah, tapi ketika dia berhasil dan bersorak gembira, saya akan menyuruhnya berhenti bermain saat itu juga, dan membiarkan dia menikmati keberhasilan kecilnya untuk beberapa lama.

2. Seorang pemimpin tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya.

Untuk ini, seorang anak harus bisa berpikir dengan baik: mencari solusi masalah, menyusun rencana, menilai sesuatu dengan baik untuk mengetahui mana pilihan terbaik, bisa mengkomunikasikan gagasannya, serta cukup kompeten untuk menjalankan rencananya.

Saya dapat memberikan anak kebiasaan berpikir dan memecahkan masalah lewat pengalaman-pengalaman sederhana. Misalnya:

- membiasakan anak sejak bisa berpikir untuk mendayagunakan imajinasinya, misalnya untuk menjawab bermacam-macam pertanyaan yang saya lontarkan. “Apa yang bulat-bulat?”, dan kami akan menghabiskan 30 menit menungguinya menggali bermacam-macam benda bulat dari dalam benak kecilnya yang luas. Atau sekedar pertanyaan “Kenapa?”, lantas berpura-pura tidak tahu, dan membiarkan balita saya yang memikirkan jawabannya dengan wajah serius. Atau membuat mereka berhayal tentang masa depan: tentang hal-hal yang ingin mereka lakukan. Saya hampir selalu menghabiskan jam-jam sebelum tidur anak untuk mengoborol dan berfantasi tentang hal-hal semacam ini. Saya harap ini memberinya rangsangan tambahan untuk terus bekerja dengan imajinasi.

- melatih anak mengambil keputusan. Sejak masih batita, anak sering saya biarkan membuat keputusan untuk hal-hal kecil menyangkut dirinya sendiri. Misalnya, “Siang ini mau makan telur atau ikan?”, atau “Mau makan dulu atau mandi dulu?”, atau “Mau pakai baju yang kuning atau hijau?”. Biasanya anak akan tegas menentukan pilihan. Untuk keputusan-keputusan yang lebih berat konsekuensinya, kadang saya menyerahkan padanya dengan berat hati pula. Tapi sebelumnya, saya pastikan dia mengerti akibat dari setiap pilihan yang ada: kalau dia ikut membeli es krim seperti teman-temannya, dia bisa pilek esok pagi dan harus bersedia minum obat. Kalau dia bersedia menunda keinginannya makan es krim siang ini, saya akan menggantinya dengan seporsi ramen kegemarannya malam nanti. Biasanya dia tetap akan memilih es krim, dan meminta maaf keesokan harinya ketika dia benar-benar terkena pilek.

- melatih anak mengikuti petunjuk/instruksi tertulis pada mainan, permainan atau resep masakan. Saya harap ini dapat menciptakan jembatan mental antara ‘mengetahui apa yang harus dilakukan’ dengan ‘bagaimana melakukannya’. Jadi misalnya, ketika anak saya membeli mainan robot dalam bentuk komponen-komponen kecil yang masih harus dirangkai terlebih dulu, saya tidak akan lagi merakit kepingan-kepingan kecil robot itu untuknya seperti saat dia masih balita. Meskipun sulit, saya akan memintanya merakit sendiri mainannya mengikuti instruksi yang ada. Dia akan sesekali frustasi tentu saja, tapi saya akan ada disanamembantunya. Atau mengikuti petunjuk pada resep (yang dibacakan ibu jika anak belum bisa membaca): menakar, menimbang, mencampur, mengaduk, membentuk, dsb. Sebelum ini saya sudah sering mengajak anak saya ikut memasak. Tapi saya rasa saya akan memintanya membuat kue nastarnya sendiri kali yang akan datang!  

- membacakan anak buku cerita. Sejak mereka balita, saya melakukan ini sebagai pengantar tidur, meski tidak selalu. Saya menyediakan banyak buku cerita di kamar mereka, sebagian berupa ensiklopedi anak atau semacamnya. Biasanya saya membaca sekedar untuk memberi hiburan dan rangsangan bagi imajinasi mereka. Tapi mulai sekarang, saya bertekad akan serius menjadikan ini rutinitas dan budaya. Membaca tidak saja akan merangsang anak berpikir dan berimajinasi, tapi juga akan memberinya banyak informasi dan fakta tentang berbagai macam masalah dan pemecahannya. Anak akan menjadi pintar, berpandangan luas, dan memiliki banyak referensi untuk masalah-masalah yang ia temui di kehidupan nyata. Saya bertekad akan membuat perpustakaan kecil yang mungkin akan didominasi buku-buku tentang “Bagaimana cara” (How To), disamping buku-buku petualangan yang mengasyikkan!.

3. Seorang pemimpin yakin dengan apa yang dilakukannya dan bisa meyakinkan yang lainnya.

Untuk ini, anak harus bisa bertindak dengan percaya diri dan yakin dengan kemampuannya sendiri. Anak harus merasa mampu, kompeten, merasa bisa melakukan banyak hal dan bisa meyakinkan yang lain bahwa dia mampu.

Untuk itu saya dapat membuatnya melakukan hal-hal yang membekaskan rasa percaya diri sekaligus membekalinya sejumlah kemampuan. Misalnya- perlakukan anak sebagai pemimpin kecil, biarkan dia sering-sering memimpin. Sejak anak bisa berjalan, saya biarkan dia selalu berjalan di depan dan menjadi penunjuk jalan ke mana saja dia suka, baik ketika berjalan-jalan di alam maupun di pusat perbelanjaan. Selama itu saya benar-benar bertindak sebagai pengikutnya. Biarkan dia memikirkan aturan sebuah permainan dan memberikan petunjuk-petunjuk serta instruksi dalam permainan yang melibatkan anggota keluarga. Biarkan dia membuat daftar belanja dan membawa sendiri keranjang belanjanya. Biarkan dia memilih-milih barang yang perlu dibeli dengan sedikit bimbingan dari ibunya. Biarkan dia sering-sering merasa memegang kendali, tidak melulu membuntuti. Saya tidak berbicara mengenai anak yang sudah besar, tetapi balita. Untuk mereka yang masih sangat kecil, hal-hal seperti ini tentu terasa sangat besar dan penting.

- “Kepercayaan diri lahir dari kompetensi. Sekali mereka merasa mampu dan mengalami keberhasilan berulang kali, kepercayaan diri dan keyakinan diri anak akan meningkat dengan sendirinya”. Untuk itu, minta anak mengerjakan berbagai hal dan menyelesaikan pekerjaan itu dengan sebaik mungkin, baik pekerjaan-pekerjaan di seputar rumah maupun kegiatan belajar dan bermain. Sejak belum berumur 4 tahun, anak sudah saya suruh meracik sendiri susu coklat kegemarannya, dari mulai mengambil sendok, cangkir dan gunting dari tempatnya, menggunting kemasan, menuang bubuk ke dalam cangkir, menyeduh, mengaduk, hingga membawanya ke tempat dia ingin menikmatinya. Begitu juga memakai sepatu, menyikat gigi, membereskan mainan, membersihkan sisa-sisa makanan, menabung, serta hal-hal kecil lain yang bisa dilakukan serorang balita. Itu semua adalah kompetensi bagi anak seusianya. Setelah dia agak besar nanti, saya berencana akan mengikutkannya dalam kursus bela diri, atau musik, atau olahraga, atau seni, atau iptek, atau yang lainnya, hingga dia menemukan satu yang benar-benar dia sukai dan akan menjadi keahlian khususnya.

- menetapkan tujuan/sasaran dan berhasil mencapai sasaran. Itu jelas akan memberi anak tambahan kepercayaan diri. Sejujurnya, saya belum pernah mencoba hal ini. Tapi sejak dulu saya ingin membuat proyek bercocok tanam bersama anak-anak saya. Saya ingin mereka menanam pohon buah-buahan, seperti jeruk, apel, jambu atau tomat. Saya ingin mereka sendiri yang mengerjakan semuanya, dari sejak membeli bibit, memelihara tanaman, hingga menjadi pohon kecil yang menghasilkan buah. Selain bermanfaat, saya bayangkan itu akan menjadi kegembiraan besar bagi kami semua! Buah yang masak, bergelantungan dan siap dipetik akan menjadi sebuah pencapaian dan keberhasilan nyata!

Butir ke-4 dan ke-5 adalah butir yang dikhususkan bagi pemimpin sejati. Orang seringkali bisa menjadi pemimpin hanya dengan kepintaran, suara lantang dan keyakinan diri. Tapi akankah orang lain mempercayainya sebagai pemimpin? Akankah orang lain menerima dan mengikutinya sebagai pemimpin? Tentu tak semudah itu. Kepemimpinan sejati tidak lahir lewat pengakuan diri, tetapi lewat pengakuan orang-orang yang merasa terpimpin.

4. Seorang pemimpin dipercaya oleh yang lain dalam apa yang menurutnya harus dilakukan.

Untuk ini, seorang anak harus memiliki integritas: sanggup mengilhami orang untuk mempercayainya, sebab dia jujur, benar, lurus dalam perkataan dan perbuatan, konsisten dan konsekuen, serta bisa diandalkan dan bisa dipercaya. Ethos, pathos dan logos. Demikianlah urutan efektifitas sebuah pengaruh, bukan sebaliknya. Orang banyak mengira bahwa kekuatan logika adalah cara yang paling efektif untuk memenangkan pengaruh. Pada kenyataannya, integritas atau pribadi pemimpinlah yang akan paling mudah melakukan itu. Artinya, jika seorang pemimpin telah dipercaya karena integritasnya, maka dia tidak perlu mengerahkan kekuatan logika untuk membuat orang percaya dan mengikutinya, pun tak perlu pula bersusah-payah menggugah perasaan orang untuk memenangkan dukungan dan simpati mereka.

Saya rasa tak ada hal lain yang dapat saya lakukan untuk ini selain menanamkan padanya nilai-nilai agama yang saya percayai. Meskipun demikian, penerapannya jelas tak semudah niat. Tapi barangkali saya bisa:

- mencontohkan nilai-nilai kebajikan dalam film-film, serial TV anak, atau buku-buku cerita yang dia baca, misalnya buku-buku berisi kisah-kisah kenabian atau kepahlawanan. Sejak anak masih batita, saya banyak memasukkan pendidikan budi pekerti pada anak lewat film anak-anak yang ditontonnya bersama saya. Selama itu saya akan banyak menjelaskan padanya bahwa si anu baik hati karena bersikap begini sementara si anu berperangai buruk karena bersikap begitu. Biasanya anak akan menyimak dengan seksama penjelasan saya, karena itu menyangkut karakter-karakter di film kegemarannya, seperti serial Pocoyo,Sesame Streetatau Upin dan Ipin.

- mencermati perilaku yang baik pada diri anak dan memberikan penghargaan langsung pada anak setiap kali ia memperlihatkan sikap yang terpuji, apakah itu kejujuran, sikap sportif atau apa saja. Penghargaan itu dapat berupa pujian tulus dan pelukan hangat, ataupun penghargaan khusus seperti bintang yang disematkan di dada. Atau…di dinding. Saya dapat membuat papan khusus yang akan saya gantungkan di dinding, berisi bintang penghargaan yang anak terima untuk setiap kebaikan tulus yang ia lakukan. Itu juga untuk mengingatkan dia betapa baik dan berharga dirinya!

- mendorong anak untuk bergaul dengan orang-orang yang benar, atau di lingkungan pergaulan yang lebih terjaga. Sejak dulu saya sangat ingin mengajak anak saya berkunjung ke panti asuhan. Saya ingin anak saya banyak bermain disana. Saya ingin dia berteman baik dengan anak-anak disana, tapi sampai sekarang saya belum berani melakukannya, karena saya sedikit pemalu bila bertemu orang baru. Saya rasa itu akan menjadi hal baru yang menyenangkan bagi kami semua, bila akhirnya saya berhasil mengatasi rasa malu itu.

5. Seorang pemimpin diterima dan diikuti oleh yang lain dalam apa yang dilakukannya.

Untuk ini, seorang anak harus mampu membuat dirinya diterima oleh lingkungan pergaulannya lewat kemampuan bergaul yang baik: ramah dan bersahabat, santun dan rendah hati, terbuka dan bisa menyesuaikan diri, dsb. Agar bisa seperti ini, anak harus lebih dulu bisa menerima dirinya sendiri (sebelum bisa diterima orang lain), bisa menghargai dan menghormati dirinya sendiri (sebelum bisa menghargai dan menghormati orang lain), serta merasa bahagia dengan dirinya sendiri (sebelum bisa membahagiakan orang lain). Oleh sebab itu, menjaga harga diri anak dan mencoba untuk tidak atau tidak pernah lagi melukai harga diri dan nilai diri anak harus menjadi salah satu prioritas utama kita sebagai ibu, yang mencintai anak-anak kita lebih dari apapun di dunia. Karena lebih daripada kemajuannya, kita menginginkan kebahagiaan mereka:

- dorong anak untuk berinteraksi dengan teman-temannya dalam cara yang lebih positif, konstruktif, menyenangkan serta menguntungkan semua pihak. Walau persaingan itu berguna di bidang-bidang kehidupan tertentu, saya lebih senang mengajarkan anak untuk menjauhi persaingan. Persaingan menciptakan iklim yang tidak bersahabat dan tidak menyenangkan dalam pergaulan, dan lebih sedikit manfaatnya dibanding dukungan dan kerjasama. Dukung anak untuk bergaul dengan teman-teman yang suka bekerjasama.

- ajak anak lebih memperhatikan sesamanya, memusatkan perhatian pada sesama dan bukan pada diri sendiri saja. Ajak anak untuk peduli, untuk memiliki keinginan membantu, menghibur atau membahagiakan orang lain, tidak semata-mata memikirkan diri sendiri. Perlihatkan pada anak cara-cara memberi dukungan dan pertolongan, dan ajak anak melakukannya. Misalnya, ajak anak menulissuratpada teman atau kerabat yang sedang sakit. Ajak anak memberi makan dan menyayangi hewan. Ajak anak memberikan hadiah bagi anak-anak yang miskin. Ajak anak melakukan pekerjaan-pekerjaan sukarela bagi orang lain.

Saya ingin sekali bisa mengatakan sesuatu tentang bagaimana seorang pemimpin sanggup memotivasi dan menginspirasi orang lain, menggugah dan menggerakkan orang-orang lain untuk mengikutinya dalam kebaikan yang dilakoninya. Tapi saat ini saya merasa tidak bisa. Yang bisa saya katakan hanyalah: jika seorang pemimpin telah menjadi pemimpin yang sejati, yang dipercaya, diterima dan diikuti dengan sukarela dan sukacita oleh orang-orang yang dipimpinnya, maka dia tak perlu melakukan apapun lagi untuk “menginspirasi” orang lain: dia telah melakukannya hanya dengan menjadi dirinya sendiri….

Terima kasih Nutrisi Untuk Bangsa, karena telah memberi arah yang sungguh-sungguh baru bagi pendidikan dan pengasuhan anak-anak saya tercinta: anak-anak kita, anak-anak bangsa  :lol:

************