Tanya Ahli

Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.

Sebuah Pengalaman Berharga

Oleh Fariha Mahmudah 13 Oct 2013

#LombaBlogNUB

Attar : “Bunda, tadi Attar pinter lho di sekolah. Berani maju di depan kelas.”

Saya : “Wah, kamu hebat nak!”

Attar : “Iya, kata Bu Guru Attar pemberani.”

Saya : “Bunda bangga sama kamu, nak. Apa kepintaran Attar saat sekolah tadi?”

Attar : “Attar mimpin do’a di kelas. Semua teman Attar mengikuti.”

Ini adalah petikan dialog yang pernah saya lakukan bersama Attar sewaktu menjemputnya pulang sekolah. Barangkali bagi orang lain, hal semacam itu kejadian yang biasa saja. Namun tidak bagi saya, pencapaian itu sungguh luar biasa. Saya sangat bangga atas prestasinya itu. Hal ini mengingat sebelumnya Attar merupakan anak pemalu dan jago kandang.

Prestasi itu adalah bukti Attar mengalami kemajuan pesat dalam kemampuan sosialnya. Perkembangan ini terjadi semenjak Attar mengenal sekolah. Saya benar-benar memetik manfaat dari adanya pendidikan untuk anak usia dini. Attar mulai saya sekolahkan setahun lalu saat usianya 3,5 tahun, waktu itu dia memasuki jenjang Play Group. Sebelum sekolah, Attar saya didik sendiri dengan cara saya. Namun, karena Attar adalah anak alergi, saya menjadi begitu protektif terhadapnya, baik itu dari makanan yang dikonsumsinya hingga permainan yang akan dimainkannya.

Sikap protektif saya selama 3,5 tahun itu ternyata cukup berlebihan. Barangkali karena Attar adalah anak pertama dan baru satu-satunya yang saya miliki. Selain itu riwayat alerginya membuat saya paranoid dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kesehatannya. Attar menderita alergi telur, ikan laut, dan susu sapi beserta turunannya, dia juga alergi debu dan cuaca dingin. Itulah yang mendasari saya bersikap protektif, banyak melarang ini dan itu. Banyak permainan yang saya batasi karena khawatir dia akan sakit.

Saya baru menyadari kekeliruan saya semenjak Attar bersekolah. Saya banyak mendapat masukan dari gurunya bahwa Attar anak yang kurang percaya diri dalam melakukan sesuatu. Dia kurang punya inisiatif karena takut melakukan kesalahan. Seperti misalnya, ketika ada kegiatan menggunting, dia tidak mau memegang gunting karena takut tangannya terluka. Selain itu, saat ada kegiatan outbond menanam sayur di ladang yang dimiliki sekolahnya, Attar tidak bersemangat dalam mengikutinya karena tidak mau tangannya kotor terkena tanah, dia juga tidak mau melepas alas kakinya, katanya dia takut ada cacing yang akan masuk tubuhnya dan membuatnya sakit.

Ya, saya menyadari sepenuhnya, ternyata saya banyak menakutinya dengan hal-hal yang belum tentu kebenarannya.  Maafkan Bunda, Nak, selama ini Bunda terlalu mengkhawatirkanmu sehinggga banyak melarangmu untuk melakukan ini dan itu. Sikap saya yang terlalu protektif selama itu membuat kepercayadiriannya tidak tumbuh optimal. Attar menjadi anak Bunda yang kurang percaya diri, manja, dan kurang bergaul. Kemana-mana selalu membuntuti saya, tidak pernah mau lepas dari saya. “Attar main ini boleh tidak, Nda”, “Attar makan itu boleh tidak, Nda”. Begitulah, Attar selalu meminta persetujuan dari saya jika ingin melakukan sesuatu, mungkin dia takut berbuat ‘salah’ di mata bundanya. Selama 3,5 tahun itu saya memilih tidak bekerja demi mengurus Attar dan memberinya ASI sampai usia 3 tahun. Saya memberinya ASI selama itu karena Attar tidak diperkenankan dokter mengonsumsi susu sapi mengingat riwayat alerginya yang cukup parah, sementara berbagai susu soya yang ada di pasaran kurang digemarinya.

Setelah mendapat berbagai masukan dari guru-gurunya, saya mulai mengendorkan sikap protektif saya. Saya menyadari sikap Attar yang pemalu, kurang mandiri dan peragu adalah kesalahan saya dalam mendidiknya. Menyadari itu semua, saya pun mengoreksi diri. Saya mulai membolehkannya bermain tanah asalkan setelahnya harus mencuci seluruh anggota badan yang kotor dengan air dan sabun. Saya juga membolehkannya memanjat pohon kecil yang ada di halaman rumah dengan pengawasan saya. Selama ini, saya tidak mengijinkannya memanjat meski keinginannya untuk itu selalu besar. Saya mulai memotivasinya untuk mandi sendiri dengan gayung maupun shower agar dia bisa dua-duanya. Memotivasinya untuk makan sendiri meskipun selalu meninggalkan banyak kotoran di meja dan lantai. Saya tidak lagi melarangnya ketika dia ikut ke dapur membantu saya. Saya belikan dia gunting, saya ajari cara menggunting kertas yang baik. Tak lupa saya sisipkan pemahaman agar tidak melukai tubuhnya maupun orang lain dengan gunting yang saya berikan. Terkadang, Attar saya ajak ke taman bermain air untuk menyalurkan kesenangannya bermain air, dia sangat ceria serasa hujan-hujanan, hehehe. Dan masih banyak hal lain yang saya perbaiki. Saya benar-benar mulai belajar lagi untuk membentuk kepribadiannya, belum ada kata terlambat untuk menumbuhkan kemandiriannya. Alhamdulillah, Attar anak yang cerdas, dia selalu mengikuti petunjuk saya dengan sangat baik.

Taman Air Menari yang ada di Yogyakarta, tempat wisata edukatif bagi anak-anak

Dua bulan kemudian, saya merasakan banyak perubahan yang terjadi pada kepribadian Attar. Ternyata apa yang saya rasakan itu bukanlah ke-GR-an saya semata karena guru-gurunya juga mempunyai pandangan yang sama dengan saya. Pujian demi pujian dari gurunya mulai sering saya dengar. Attar mulai percaya diri di sekolah, dia pandai bergaul dengan siapa saja. Dia sudah berani tampil di depan kelas untuk sekedar bernyanyi, bercerita, ataupun memimpin doa. Dia menjadi sosok pemberani. Di rumah pun dia sering mempunyai inisiatif sendiri terhadap apa yang dikehendakinya, baik itu tentang makanan yang akan dikonsumsinya maupun permainan yang akan dimainkannya. Attar menjadi lelaki cilik yang mandiri, tak lagi suka membuntuti saya :-D . Saya benar-benar bersyukur atas segala pencapaiannya. Pernah suatu hari ada acara parenting di kampung dan saat itu Attar berani unjuk kebolehan berjoged Gangnam Style, dia mengajari teman-teman ciliknya untuk berjoged bersama. Attar terus berjoged dengan percaya diri hingga lagu yang diputar selesai, teman-teman ciliknya pun mengikuti gerakan yang sama meski dengan malu-malu, hehehe….

Attar tampil percaya diri berjoget Gangnam Style di depan hadirin saat acara parenting di kampung :)

Sekarang, Attar sudah mulai beranjak besar, usianya saat ini 4 tahun 9 bulan. Dia baru saja duduk di TK A (nol kecil), masih di sekolahnya yang sama ketika play group. Sikapnya yang mandiri, mudah bergaul, tidak cengeng, dan tidak manja lagi membuat saya lega. Akhirnya saya bisa mulai berkarir lagi semenjak 8 bulan yang lalu. Saya bisa kembali ke dunia kerja untuk mengaktualisasikan ilmu dan bersosialisasi dengan lingkungan tanpa khawatir dengan perkembangan anak. Saya mempercayakan Attar untuk dibimbing guru-gurunya saat di sekolah. Saya berterimakasih para gurunya turut membangun kemandiriannya hingga akhirnya saya pun bisa kembali berkarya dengan hati tenang meski harus meninggalkan anak.

Saat Attar bersekolah, saya berangkat ke kantor, dan ketika saya selesai bekerja, Attar saya jemput dari sekolahnya, dan kami pun pulang ke rumah bersama-sama. Attar sangat mendukung bundanya bekerja lagi, itu ditunjukkan dengan sikapnya yang kooperatif dan tidak pernah rewel ketika akan saya tinggal bekerja. Bahkan, dia sering mengingatkan saya untuk berangkat lebih pagi agar tidak terlambat sampai kantor. Katanya suatu hari, “Bunda, kok belum berangkat kerja, sih? Nanti telat lho, kantornya ditutup pak kepala”, hehehe, saya heran dia bisa berkata seperti itu. Barangkali itu wujud dukungannya terhadap aktifitas baru bundanya yang selama 3,5 tahun full day di rumah untuk merawat dan mengasuhnya. Terimakasih ya, Nak, sudah mengizinkan bunda tuk berkarya lagi. Love you full ^^.

Untuk mempersiapkan Attar menjadi orang yang bermanfaat di masa depan, saya dan suami sepakat untuk kompak dalam mendidiknya. Saya bersyukur banyak kemajuan yang dicapainya semenjak dia bersekolah dan semenjak saya merubah pola asuh di rumah. Kini saya semakin menyadari bahwa pola asuh nyata-nyata mempengaruhi perkembangan sosial, kognitif, dan kepribadian anak. Kasih sayang yang kami tunjukkan sedari dalam kandungan adalah bentuk cinta orangtua kepada anaknya, dan itu menjadi modal terbesarnya dalam mendampinginya “menaklukkan” dunia. Mau jadi apapun Attar kelak, kami tak akan memaksanya bercita-cita sesuai kehendak kami. Sebagai orangtua hanya bisa mendoakan dan mensupportnya dengan optimal agar asanya terwujud suatu saat nanti.

Bunda sayang Attar, emmmuahhh… ^^

Hingga saat ini, banyak hal yang saya dan suami pelajari dalam mendidik anak. Tak dapat saya pungkiri, bahwa kami bukanlah orangtua yang sempurna, oleh karenanya berbagai masukan dari orang lain yang lebih pengalaman dan paham tentang cara membentuk kepribadian anak sangat kami hargai. Hal yang selalu kami lakukan dalam mengembangkan bakat anak adalah dengan melakukan komunikasi yang baik setiap hari. Attar sangat dekat dengan saya maupun ayahnya. Dia sangat senang bercerita apa saja yang menjadi pengalamannya di hari itu kepada kami. Kami kompak tidak akan mengekang kreatifitasnya selama aman bagi jiwanya dan bernilai positif. Kami selalu memuji setiap hasil karyanya. Attar sangat bangga lho bisa membuatkan tank tentara dari lego untuk bundanya dan pesawat tempur untuk ayahnya. Dia pintar menggambar di kertas gambar maupun melalui program painting yang ada di PC. Attar juga saya biasakan untuk bergaul dan bermain dengan teman-teman di sekitar rumah tinggal kami agar jiwa sosialnya tumbuh. Saya percaya, bermain adalah media efektif dalam mengembangkan kreativitas dan kognitifnya.

Attar asik main lego, dia sedang membuat tank dan pesawat (hobinya ini sejak usia 2 tahun, lho).

Attar menggambar kapal selam yang ditiru dari bukunya dengan program paint di PC. Lucu ya! :)

Kata Attar,“Tank ini untuk Ayah dan Bunda, dan anak kecil itu Attar.”

 

Karyanya yang membuat saya terharu.“Tank cinta tuk Bunda”, ujar Attar.

Seorang ibu mempunyai pengaruh besar dalam mendidik anaknya karena kedekatan emosional sudah terbangun sejak dalam kandungan. Nyata benar, pola asuh saya saat ini telah berhasil menumbuhkan kemandirian dan kepercayadiriannya. Dengan jiwa kemandirian dan kepercayadirian, seorang anak akan lebih mampu menyerap berbagai informasi sehingga kemampuan kognitifnya pun berkembang semakin pesat. Yang tak boleh kami lupakan dalam mendidiknya adalah selalu menyelipkan nilai-nilai moral agar Attar tidak hanya tumbuh menjadi manusia yang tangguh dan cerdas, namun juga berbudi pekerti dan berhati mulia.

Saya merasa masih banyak kekurangan dalam menerapkan pola asuh anak. Pelajaran berharga bagi saya adalah seorang anak yang masih dalam masa tumbuh kembang tidak boleh banyak larangan, biarkan mereka bermain meski harus berkotor-kotoran demi memuaskan rasa keingintahuannya yang tinggi. Orangtua hanya perlu mengawasinya untuk melindungi dan menjaga keamanannya. Sikap terlalu protektif pada anak hanya akan membuat anak menjadi manja, kurang mandiri, kurang punya inisiatif, peragu dan kurang percaya diri. Saya bersyukur belum terlambat untuk memperbaiki itu semua, dan pengalaman ini akan saya jadikan pegangan untuk mendidik Attar dan adiknya kelak.

Semoga pengalaman pribadi saya ini bisa bermanfaat untuk para orangtua lainnya. Sekali-kali jangan pernah salahkan anak jika mereka tumbuh menjadi anak pemalu, peragu, kurang percaya diri, dll. Anak mempunyai sikap seperti itu karena kesalahan kita sebagai orangtua yang mengasuh dan mendidiknya. Bukankah anak adalah kertas putih bersih yang siap dilukis apa saja. Dan kitalah sang pelukis di atas kertas putih nan bersih itu. Tentu hanyalah lukisan-lukisan indah yang bernilai kebaikan yang akan kita torehkan padanya. Marilah para orangtua, rapatkan barisan tuk mendidik putra-putri kita sebaik-baiknya, semoga kelak anak-anak kita menjadi para pemimpin yang hebat dan bermartabat, merekalah generasi yang akan mengisi dan memajukan bangsa ini.

2 Komentar

Fariha Mahmudah

22 Oct 2013 17:08

Aamiin...:D

pak lukman

22 Oct 2013 09:48

Inspiring...., Bismillah semoga menang ya :D