Tanya Ahli

Kirimkan pertanyaan Anda seputar gizi ibu dan anak, yang akan dijawab oleh Tanya Ahli SGM.

Yuk, Kenali Lebih Dekat Pola Asuh Helicopter Parenting dan Dampaknya bagi Anak

Oleh Nutrisi Untuk Bangsa 28 Feb 2021

Setiap orangtua tentu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Andaikan bisa, orangtua tentu berharap anak-anaknya akan jauh lebih sukses dan bahagia dibanding mereka. Ini tentu harapan yang baik. Namun meski tujuannya baik, belum tentu semua orangtua menemukan cara terbaik untuk mewujudkan hal itu.

Ada sejumlah orangtua menerapkan pola asuh yang ‘sangat suportif’ dan melayang di atas anak-anak seperti halnya helikopter dan mengawasi segala tindakan mereka. Atas perilaku inilah maka muncul istilah helicopter parenting (pengasuhan helikopter). Cara terbaik untuk mendeskripsikan pengasuhan helikopter adalah keterlibatan berlebihan orangtua dalam kehidupan anak.

Pengasuhan a la helikopter ini berkebalikan dari pengasuhan ‘jarak bebas’ di mana orangtua mendorong kemandirian dan pemikiran anak, namun ikut terlibat jika dibutuhkan.Meskipun pengasuhan helikopter telah menjadi pembicaraan luas dalam beberapa tahun terakhir, namun sejatinya ini bukanlah istilah yang sama sekali baru. Metafora ini sebenarnya pertama kali digunakan dalam buku 1969 berjudul “Antara Orang Tua dan Remaja” yang ditulis oleh Dr. Haim Ginott, dikutip laman Healthline.

Meski sudah ada sejak lama, namun menurutlaman Parentology, helipcopter parenting mulai populer disebut padatahun 2000an ketika berbagai perguruan tinggi di Amerika mendapatkan banyak keluhan dari orangtua mahasiswanya. Para orangtua kala itu mengeluhkan nilai anak-anaknya kepada dosen di perguruan tinggi. Dalam hal ini, helicopter parenting bertindak sebagai asisten pribadi pada anak-anak, seperti menyiapkan seluruh peralatan sekolah, mengerjakan tugas prakarya, hingga mengantarkan peralatan sekolah yang tertinggal.

Bunda pernah bersikap seperti ini, atau pernah melihat orangtua yang melakukan hal semacam ini demi anaknya? Itulah contoh helicopter parenting.

Pola asuh semacam ini, menurut Amy Morin, psikolog sekaligus penulis Wall Street Journal, akan membuat anak-anak yang diasuh dengan pola helikopter menghadapi beragam masalah saat dewasa. Dalam artikel yang dipublikasikan di laman Psychology Today, setidaknya ada lima masalah yang akan dihadapi oleh anak-anak yang diasuh dengan helicopter parenting, yaitu:

1. Gangguan kesehatan

Studi yang dilakukan oleh Florida State University mengungkap fakta menarik, yaitu anak-anak yang diasuh dengan pola helikopter cenderung memiliki masalah kesehatan ketika dewasa. Hal ini karena selama hidupnya, para orangtualah yang mengatur kapan anak-anak harus tidur, berolahraga, bahkan makanan apa yang harus mereka makan. Sehingga jika orangtua tak lagi mengingatkan, anak-anak ini cenderung tidak peduli dengan kondisi tubuhnya.

2. Merasa berhak atas semua kemudahan

Pada pengasuhan helikopter, orangtua cenderung berpikir bahwa anak-anaknya adalah pusat alam semesta. Orangtua yang menerapkan pola asuh ini akan selalu memberikan berbagai kemudahan untuk anak-anak yang terbawa hingga mereka dewasa. Dalam benak anak, kemudahan yang mereka dapatkan sejak kecil sebagai sesuatu yang memang pantas diterima. Hal inilah yang menjadi dasar alasan mengapa anak-anak helikopter selalu menganggap bahwa ia pantas menuntut berbagai kemudahan dari orang lain bahkan saat usia balig, tanpa perlu repot berusaha.

3. Sulit mengelola emosi

Orangtua dengan pola asuh helicopter parenting cenderung menjadi penjaga anak dalam hal apa saja, termasuk emosi. Misalnya, jika si anak sedih, orangtua akan menenangkan mereka. Begitu pula ketika anak merasa kesal ataupun marah, orangtua akan buru-buru menenangkannya. Kecenderungan ini membuat anak-anak helikopter tumbuh tanpa tahu bagaimana mengatur emosi dengan benar, karena orangtua yang selama ini telah melakukannya untuk mereka.

Studi yang dilakukan oleh University of Mary Washington menemukan bahwa mahasiswa yang dibesarkan dengan pola asuh helikopter cenderung mengalami depresi dan merasa tidak puas dengan kehidupan secara keseluruhan.

4. Ketergantungan obat

Anak-anak helikopter tidak terbiasa dalam menoleransi perasaan tidak nyaman. Ini berkat peran orangtua selama ini yang melindungi anaknya dari rasa sakit dan mencegahnya berurusan dengan kesulitan. Obat-obatan adalah salah satu cara di mana anak-anak helikopter mengatasi rasa sakit dengan cepat. Para ilmuwan mengatakan bahwa kebanyakan anak-anak helikopter cenderung mengonsumsi obat untuk amengatasi kecemasan, depresi, dan pil pereda rasa sakit.

5. Sulit mengatur diri sendiri

Last but not least, anak yang dibesarkan dengan helicopter parenting cenderung kesulitan mengatur diri sendiri, sehingga mereka sulit mandiri. Lingkungan si anak sudah terbiasa terstruktur dan diatur oleh asisten pribadi, yaitu orangtua. Anak-anak helikopter seolah tidak punya kesempatan untuk mengelola diri sendiri - yang pada akhirnya membuat mereka tidak punya kemampuan untuk mengatur diri sendiri. Tidak sedikit kasus di mana anak-anak yang dibesarkan dengan pengasuhan helikopter tumbuh dengan sifat menunda-nunda, kurang inisiatif, dan kurang motivasi, sebagai konsekuensinya.

Referensi

https://www.healthline.com/health/parenting/helicopter-parenting

https://parentology.com/what-is-helicopter-parenting/amp/

https://www.psychologytoday.com/intl/blog/what-mentally-strong-people-dont-do/201802/5-major-issues-helicopter-parenting-can-cause?amp