Penyesalan Seorang Bunda...

Oleh risa_saraswati 18 Feb 2012

Sepucuk surat ini kusampaikan untuk wanita manapun yang tak mau berakhir menyedihkan sepertiku…

10 tahun kunanti kehadirannya, berbagai cara kulakukan agar lekas kubertemu dengannya, aku rindu… sangat merindukannya. Kadang dia muncul dalam mimpi-mimpi indahku, terkadang menjelma menjadi anak perempuan yang gemuk dan menggemaskan, namun kadang juga datang dalam wujud anak laki-laki tampan yang begitu mirip dengan suamiku. Kami benar-benar berharap salah satu dari mereka bisa benar-benar datang dan hadir dalam hidup kami yang mulai jengah dan lelah untuk berusaha mewujudkan mimpi-mimpi itu…

4 September 2011, ya… aku masih ingat betul tanggal itu, tanggal dimana akhirnya dia datang kedalam hidupku, dokter bilang dia masih berupa gumpalan darah yang nantinya akan tumbuh menjadi mahkluk yang diam-diam bernafas dan bergerak-gerak didalam perut dan rahimku, aku harus lebih hati-hati melakukan segala sesuatunya, agar dia kuat untuk terus bertahan hingga nantinya menjadi buah dari mimpi-mimpiku selama ini. Masih kusimpan hasil test yang menyatakan bahwa dia telah datang, kusimpan dalam sebuah kotak kaca transparan agar suatu saat jika dia berhasil keluar dari perutku… dia bisa tahu betapa berharganya kehadiran dia dihidup kedua orang tuanya.

Dia datang bagai keajaiban hebat dihidupku, semua orang bahagia karenanya. Hubunganku dengan keluarga besar yang sempat renggang kini kembali erat dan hangat, semua karena dia… malaikat kecilku.

Ada hal yang kurahasiakan dari semua orang, termasuk suamiku sendiri. Aku menderita kelainan yang disebut venustraphobia, yaitu phobia terhadap perempuan cantik. Harus kuakui bahwa kelemahanku adalah rasa percaya diri. Bayangkan, setiap melihat wanita cantik… tubuhku bergetar hebat dan tak bisa sedikitpun berdekatan atau bahkan melihat wajah wanita itu. Aku baru menyadari kelainan ini saat iseng konsultasi dengan seorang temanku yang merupakan seorang psikiater. Satu-satunya cara untuk mengobati kelainan ini adalah meningkatkan rasa percaya diriku dengan cara merawat diri, mempercantik diri, dan mempertahankan berat badanku agar tetap ideal. Hal ini dilakukan agar aku tak selalu merasa terintimidasi saat berhadapan dengan wanita lain yang kurasa lebih cantik dan lebih proporsional dariku. Segala cara kulakukan untuk mengatasi kelainan aneh ini. Jika melihat foto remajaku, aku hanya bisa tertunduk malu sambil menggelengkan kepala dan berbisik “untung saja aku sudah tak seburuk diriku di foto-foto ini”.

Kehamilan ini telah membawa kebahagiaan yang lama-lama bermetamorfosa menjadi sebuah bencana bagiku, pada kehamilan 1 minggu hingga 3 bulan, tak terelakan… aku begitu bahagia, 10 tahun kumenanti kedatangannya yang selama ini hanya hadir dalam mimpi-mimpi indahku. Namun saat menginjak 4 bulan, hati ini mulai menjadi resah dan gelisah. Bagaimana tidak, dalam 4 bulan berat badanku melonjak 10 kilo dari sebelumnya, ini adalah bencana bagiku! Aku mulai benci melihat diriku dicermin, buruk!! Sangat buruk!!! Hingga mulai kuhentikan semua kegiatan diluar rumah, aku tak mau orang-orang melihat keadaanku yang seperti ini.

Suamiku tak keberatan dengan segala perubahan fisik yang terjadi kepadaku, perhatiannya kepadaku jauh lebih baik daripada sebelumnya. Hampir setiap saat dia membawakanku makanan-makanan penuh gizi serta suplemen-suplemen penting bagi ibu hamil. Kalian tahu apa yang kulakukan? Saat dia lengah, aku membuang semua makanan dan suplemen itu ke dalam tempat sampah, aku tak mau membuat badanku menjadi semakin besar karena semua ini. Aku tak mau menjadi jelek! Aku yakin anak baik yang ada diperutku ini mengerti perasaan ibunya, aku merasa dia adalah seorang bayi perempuan yang sangat cantik, aku yakin dia sangat mengerti…

Benar saja, berat badanku hampir mendekati normal saat kehamilanku ini menginjak bulan ke 7, semua orang yang dekat denganku merasa heran dengan postur tubuhku. Mereka heran karena badanku kini menjadi lebih kurus, hanyasaja perutku yang terlihat buncit. Aku selalu meyakinkan mereka bahwa aku baik-baik saja dengan berkata, “Semua gizi di dalam tubuhku diserap oleh bayi mungil ini… tak usah khawatir yaa…”. Aku tahu dokter akan protes dengan tindakanku diet dan berhenti meminum suplemen, sudah lebih dari 3 bulan aku tak pernah menyempatkan diri untuk mengontrol kehamilanku, suamiku tak pernah tahu itu… aku selalu berbohong kepadanya bahwa aku rutin memeriksakan kandungan ini pada dokter.

Fisikku semakin payah… seringkali aku pingsan tanpa alasan, kenapa yah? Ah, mungkin hanya karena kurang darah…

Aduhh… sakit sekali, sakit sekali… kehamilanku baru menginjak 8 bulan, tapi kontraksi-kontraksi seperti hendak melahirkan begitu sering terjadi belakangan ini, aku mulai khawatir dengan bayi yang ada di dalam perutku… perasaanku berkata, ada sesuatu yang buruk terjadi kepadanya. Kepalaku mulai melayang memikirkan berapa banyak makanan dan suplemen yang kubuang ke tempat sampah, dan memikirkan bagaimana jika suamiku tahu apa yang sebenarnya kulakukan selama ini, aku telah menyia-nyiakan kasih sayang dan perhatiannya kepadaku, diam-diam aku menyesal dan semakin bergelut dengan rasa takut.

Akhirnya dia datang di bulan Mei, tepatnya tanggal 11 Mei. Hari dimana sebenarnya belum cukup kuat baginya merasakan udara kehidupan di dunia, usianya baru 8 bulan lewat beberapa hari. Pada proses kelahirannya, kurasakan sakit yang luar biasa, benar apa kata orang… melahirkan adalah pertarungan hidup dan mati seorang ibu. Awalnya aku berharap dapat melahirkan dengan cara normal, namun ternyata aku kewalahan dan tak mampu berjuang untuk mengeluarkannya dengan normal. Dokter bilang… fisikku lemah dan terlalu banyak mengeluarkan darah, mereka khawatir aku tak mampu bertahan hidup. Mereka mengeluarkan bayiku dengan cara membedah perutku… suara tangisnya memecah isi ruangan operasi, “selamat bu… anak ibu perempuan” ucap seorang suster kepadaku tepat sebelum akhirnya aku tak sadarkan diri karena pengaruh obat bius. Aku terlelap dalam perasaan bahagia… anak yang kutunggu sekian lama kini datang dengan selamat, dan benar… dia anak perempuan.

Aku terbangun dalam ruangan putih berbau aroma khas rumah sakit, seluruh badanku masih begitu berat dan lunglai. Karangan bunga dengan ucapan selamat memenuhi ruangan ini, pernak-pernik lucu seperti balon dan boneka kulihat juga disana. Ini adalah kamar rumah sakit yang paling menyenangkan sepanjang hidupku. Namun tak kulihat satupun orang bahkan suamiku disini, kemana mereka semua ya? Aku tak sabar untuk melihat muka bahagia mereka, aku tak sabar memeluk putri kecilku… aku tak sabar menghadapi dunia yang baru. Kucari-cari bel yang biasanya ada disamping tempat tidur pasien, ya ini dia! Kuekan tombolnya untuk memanggil suster, mencari tahu keberadaan keluargaku. Bel kutekan, tak lama berselang berhamburan beberapa orang yang kusayang, ibuku, bapakku, mertuaku, suamiku, adik-adikku, juga tak ketinggalan suster rumah sakit. Wajah mereka terlihat sangat mengkhawatirkan keadaanku, ada sesuatu yang aneh yang mereka sembunyikan dariku…

“Wirdha… kau harus kuat ya nak, anakmu sedang berjuang keras di ruangan isolasi bayi, dokter sedang mengupayakan agar dia mampu bertahan hidup”. Bagai petir yang menggelegar di kepalaku, kata-kata Ibuku membuatku bangkit dan tak mempedulikan bagaimana sakitnya tubuhku saat itu, aku berlari ke ruangan tempat bayiku berada, semua orang mencegahku namun aku tetap berlari tak peduli pada teriakan mereka yang mencoba menahanku untuk tetap diam di ruanganku. Aku hanya ingin melihat putri kecilku, aku ingin menatapnya dari dekat, aku ingin membimbingnya agar kuat bertahan hingga mampu hidup dan tumbuh bersamaku.

Aku menatapnya dari kejauhan, dibalik kaca yang membingkai ruangan tempat putri kecilku terbaring, dokter menganggukkan kepalanya kepadaku seolah berkata “Sabar”, aku menangis meraung menjadi-jadi, suamiku memelukku sambil tak henti menitikkan air mata. Hatiku sakit tercabik melihat sesosok bayi perempuan yang sangat kecil terbaring lemah… tanpa tangan dan kaki, ya… putri kecilku hanya memiliki berat 1,5 kilogram dengan kondisi tangan dan kaki yang cacat.  Anak yang selama ini kunantikan ternyata memiliki banyak kekurangan, aku marah pada Tuhan yang begitu tega membuatnya seperti itu, aku marah pada keadaan yang tak sesuai dengan inginku, aku merasa terkutuk… hidupku dikutuk.

Putri kecilku hanya mampu bertahan 48 jam, akhirnya dia pergi untuk selamanya, menurut semua orang… ini adalah jalan yang terbaik untuknya, sedang bagiku… dokter berkata padaku, dia kekurangan asam Folat sehingga pertumbuhannya didalam janin tidak sempurna seperti bayi-bayi pada umumnya, aku tidak mengerti apa yang dimaksud dengan asam folat, sampai akhirnya dokter menjelaskan kepadaku bahwa itu adalah zat paling penting yang dibutuhkan oleh janin di masa perkembangannya, berasal dari makanan-makanan sehat bernutrisi serta suplemen-suplemen penting bagi ibu hamil. Suamiku merasa heran karena selama ini dia rajin memberi makanan sehat dan suplemen bagi istri dan calon anak pertamanya, dia tak pernah berpikiran buruk terhadapku… dia menganggap bahwa semua ini memang sudah kehendak Tuhan.

Kini aku hanya bisa memandangi pusara putri pertamaku, sudah 5 tahun berlalu sejak kejadian itu. Tuhan belum memberikan kesempatan lagi kepadaku untuk menjaga lagi titipan dariNya. Hidupku 5 tahun ini benar-benar berantakan, aku berhasil menghilangkan venustraphobia-ku… karena kini aku benar-benar tak lagi perduli terhadap orang lain maupun diriku sendiri. Namun nasi sudah terlanjur menjadi bubur… aku hanya bisa menyesal, dan berharap Tuhan memberikan lagi satu kesempatan untukku…