Kesehatan Ibu Hamil

Oleh YoPie Thea 23 Feb 2012

 
 
Memiliki anak yang sehat adalah sesuatu yang sangat diharapkan oleh semua pasangan suami istri. Anak merupakan pembawa tongkat estafet keluarga, selain itu juga merupakan kebahagiaan yang sangat sulit tersampaikan dengan kata-kata. Celotehan anak akan selalu terngiang-ngiang di telinga kita. Anak yang sehat tentu sangat dipengaruhi oleh perilaku orang tuanya, dan tentunya asupan giziyang cukup, terutama pada anak yang berada dalam tahap perkembangan, gizi menjadi hal yang pundamental. Kelelahan selepas kerja, terasa hilang, menguap terbawa oleh senyuman anak kita dan istri yang sudah menunggu di rumah, terlebih kehangatan istri dalam melayani suami selepas kerja menambah kebahagiaan yang tidak bisa ditukarkan dengan apapun.
 
Mendapatkan anak yang sehat, cerdas ceria (apalagi baik akhlaknya) tentunya dimulai dari perkembangannya saat dalam kandungan. Perkembangan anak dari mulai janin ditentukan dari kualitas gizi ibu, karena semua asupan gizi anak berasal dari ibu. Seorang wanita dewasa yang tidak hamil, keperluan gizinya dipergunakan untuk kegiatan rutin dalam proses metabolisme tubuh, aktivitas fisik, serta menjaga keseimbangan segala proses dalam tubuh. Sedangkan pada wanita dewasa yang sedang hamil di samping untuk proses yang rutin juga diperlukan energi dan gizi tambahan untuk pembentukan jaringan baru, yaitu janin, plasenta, uterus serta kelenjar mamae.
 
Menurut Budijanto, dkk. (2000) dalam David H. Simanjuntak dan Etti Sudaryati, ibu yang sewaktu hamil mempunyai status gizi yang rendah dengan pertambahan berat badan ≤9 kg dan lingkar lengan atas kurang dari 22 cm akan mempunyai risiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)(kurang dari 2,5 kg). Selain dari itu dikatakan pula bahwa bayi yang dilahirkan dengan berat badan rendah (< 2, 5 kg) mempunyai prestasi belajar yang lebih rendah bila dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan dengan berat badan normal. Oleh karena itu dengan memperbaiki jumlah dan mutu makanan sewaktu hamil secara langsung akan meningkatkan berat badan bayi yang akan dilahirkan dan secara tidak langsung menyokong pertumbuhan sel-sel otak bayi yang optimal. [1]
 
Hal yang senada juga disampaikan oleh Mutalazimah, yang meneliti masalah BBLR terkait dengan anemia ibu hamil (kadar Hb <11 gr %) dan Kurang Energi Kronis atau KEK (ukuran LILA < 23,5 cm), yang menggambarkan kekurangan pangan dalam jangka panjang baik dalam jumlah maupun kualitasnya. [2]
 
Sebagai pedoman dalam pengawasan akan kecukupan gizi ibu hamil adalah bagaimana kenaikan pertambahan berat badan si ibu. Sebagai standard kebiasaan kenaikan berat badan pada ibu hamil menurut Committee on Nutritional (1990) adalah sekitar 7 kg sampai 18 kg. Untuk ibu gemuk (BMI > 26-29 pertambahan berat badan sekitar 7kg -11,5 kg. Untuk ibu normal (BMI 19,8-26) maka pertambahan 11,5 kg – 16 kg. Untuk ibu kurus (BMI < 19,8 pertambahan berkisar 12,5 kg – 18 kg. Dengan berpegangan pada nilai ini maka jika terjadi kelebihan berat badan maka dianjurkan untuk mengurangi konsumsi karbohidrat serta gula-gula.
 
Gizi ibu sangat penting pada kehamilan, ibu hamil harus mencukupi kebutuhan gizi untuk perkembangan bayi yang dikandung. Penilaian status gizi, didapatkan status gizi yang kurang mempunyai risiko melahirkan bayi BBLR kurang bulan 5,64 kali dibandingkan dengan ibu yang mempunyai status gizi yang baik. Hal tersebut berarti pada saat hamil, gizi ibu merupakan faktor penting untuk perkembangan janin agar dapat lahir dengan berat maupun usia yang normal dan sesuai dengan hasil penelitian Eastman dan Jackson yang menyimpulkan bahwa pada umumnya berat lahir sejajar dengan peningkatan berat ibu. [3]


Kebutuhan tambahan gizi pada ibu hamil harus benar-benar diperhitungkan, sehingga tidak mengakibatkan kelebihan yang bisa berakibat merugikan. Adapun makanan yang sangat dianjurkan pada masa kehamilan adalah susu, telur, sayur, buah, mentega, margarin, serta vitamin, utamanya vitamin A, D dan C. Kekurangan atau kelebihan nutrisi dapat menyebabkan kelainan yang tidak diinginkan pada ibu hamil. Kekurangan makanan dapat menyebabkan anemia, abortus, partus prematour, insersia uteri, hemorgia postpartum, sepsis puerperalis, dan sebagainya.
 
Sebaiknya ibu hamil makan secukupnya sesuai dengan kebutuhan selama kehamilannya. Makanan tidak perlu mahal akan tetapi mengandung protein baik hewani maupun nabati. Seperti diketahui kebutuhan nutrisi selama kehamilan adalah meningkat. Adapun kebutuhan tersebut digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta (ari-ari), pertambahan volume darah, pertumbuhan kelenjar susu sebagai persiapan untuk menyusui dan metabolisme tubuh yang meningkat.
 
Sebagai tambahan, beberapa zat gizi yang dibutuhkan oleh ibu hamil
 
Vitamin, banyak jenis vitamin diperlukan selama kehamilan dalam jumlah tertentu daintaranya : Vitamin A untuk pertumbuhan janin yang dibutuhkan dalam jumlah tertentu saja dan tidak berlebihan karena dapat berbahaya bagi kesehatan janin. Sangat dianjurkan untuk menkonsumsi vitamin A yang bersumber dari sayur dan buah-buahn seperti mangga, tomat, wortel dan aprikot. Sumber-sumber vitamin A lainnya masih sangat banyak dan dapat ibu Ria telusuri dengan mudah; vitamin B1 dan B2 serta niasin untuk proses metabolisme tubuh; Vitamin B6 dan B12 untuk mengatur penggunaan protein; Vitamin C untuk membantu penyerapan zat besi selama hamil atau mencegah anemia; Vitamin D pada susu dan olahannya serta kacang-kacangan, menopang pembentukan tulang, gigi, serta persendian janin dan Vitamin E untuk pembetukan sel-sel darah merah serta melindungi lemak dari kerusakan.
 
Mineral, Asam folat dan seng dalam sayuran dan buah-buahan seperti jeruk, pisang, brokoli, serta wortel untuk pembentukan susunan saraf pusat dan otak janin. Kedudukan mineral disini dangat penting berkaitan karena mineral juga membantu proses tumbuh kembangoragan bayi. Contoh perna penting yang perlu diingat adalah yang dimainkann oleh Asam Folat yang dibutuhkan oleh ibu hamil sebanyak 400 μg perhari dengan tujuan mencegah terdapatnya kerusakanpembentukan susunan syaraf pada bayi. Selama hamil juga dianjurkan makan banyak serat dan minum air putih.
 
Keperluan zat gizi tambahan yang diperlukan pada kehamilan menurut risalah Widya Karya Pangan dan Gizi VI (1998) adalah:
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Dasanayake ( 1998) menyebutkan faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kelahiran bayi BBLR kurang bulan salah satunnya adalah malnutrisi, selainnya adalah infeksi ibu, riwayat kelahiran prematur, ruptur membran prematur, terkena bahan toksik (obat, rokok, alkohol), stres maternal, status sosio-ekonomi rendah, perawatan prenatal kurang dan sebagian tidak diketahui penyebabnya.
 
Selain itu, gingivitis (radang gusi) pada ibu hamil mempunyai risiko 8,75 kali mengalami kelahiran bayi BBLR kurang bulan dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami gingivitis. Hal ini didukung oleh penelitian Offenbacher, dimana status penyakit periodontal dari ibu yang melahirkan bayi BBLR kurang bulan lebih buruk dari ibu yang melahirkan bayi normal dan oleh teori yang menyatakan bahwa respon inflamasi yang terjadi pada infeksi dapat menyebabkan terjadinya kelahiran prematur baik melalui penyebaran sistemik, maupun peningkatan mediator-mediator inflamasi (PGE2, IL6 dan TNFα) yang menyebabkan terjadinya kelahiran dengan dimulainya secara awal dilatasi serviks, ruptur membran dan kontraksi uterus. [3]
 
Penelitian lain menyebutkan bahwa diabetes mellitus pada kehamilan akan mengakibatkan pengaruh yang buruk terhadap ibu, antara lain berupa: kehamilan dengan polidramnion, toksemia gravidarum, infeksi serta ketoasidosis. Pengaruhnya terhadap anak, adalah kelainan kongenital, sindroma kegagalan pernapasan, kematian janin dalam kandungan, hiperbilirubinemia, makrosomia, hipoglikemia serta hipokalsemia. Sedangkan pada persalinan dapat terjadi: atonia uteri, inersia uteri, distosia bahu serta kelahiran mati, pengakhiran persalinan dengan tindakan. Mengingat bahaya komplikasi kehamilan dengan diabetes mellitus, maka perlu sekiranya dibuat diagnosis sedini mungkin. Beberapa kelompok wanita hamil telah diketahui mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya diabetes mellitus selama kehamilannya. Dan faktor resiko merupakan kriteria yang berguna dalam penyaringan klinis selama pemeriksaan antenatal. Kehamilan sendiri memberikan dampak yang kurang baik bagi ibu hamil. Pada kehamilan terjadi peningkatan produksi hormon-hormon antagonis insulin, antara lain: progesteron, estrogen, “Human Placenta Lactogen” yang menyebabkan resistensi insulin dengan akibat gangguan toleransi glukosa. diabetes mellitus menyebabkan perubahan metabolik dan hormonal pada penderita dalam keadaan hamil serta persalinan. Sudah jelas bahwa metabolisme glukosa akan meningkat dalam kehamilan, hal ini terbukti dengan meningkatnya lactat dan piruvat dalam darah, akan tetapi kadar gula puasa tidak meningkat. Diagnosis diabetes sering dibuat untuk pertama kali dalam masa kehamilan karena penderita datang untuk pertama kalinya ke dokter atau diabetesnya menjadi tambah jelas oleh karena kehamilan. Oleh kerana resiko kesakitan dan kematian perinatal tinggi maka di anjurkan skrining diabetes mellitus gestasi di lakukan pada semua wanita hamil. Pada umumnya skrining di lakukan pada usia gestasi 24-28 minggu. [4]
 
Nah, kepada semua calon ibu, mulailah dari sekarang kontrol kondisi badanya, mulai dari pertambahan berat badan, asupan makanan yang sehat (inget lo yang sehat, bukan yang mahal), gaya hidup, olah raga dan sebagainya.
 
Selamat Menyambut kelahiran anak tercinta…..
 
Sumber:
  1. Simanjuntak, David H. dan Etti Sudaryat, 2005. Info KesehatanMasyarakat (2): 78-82
  2. Mutalzimah, 2005. Hubungan Lingkar Lengan Atas (LILA) dan Kadar Hemoglobin (Hb) Ibu Hamil dengan Berat Bayi Lahir di RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA, Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 6, No. (2): 114 - 12
  3. Retnoningrum, Dwi, 2006. Gingivitis pada Ibu Hamil Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Bayi Berat Badan Lahir Rendah Kurang Bulan DI RS. DR. KARIADI SEMARANG, FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
  4. http://www.referensionline.info/315/diabetes-dalam-kehamilan.html