Secarik Surat Cinta Untuk Bunda

Oleh Liza Fathiariani 15 Mar 2012

Banda Aceh, 14 Maret 2012

Kepada yang tercinta

para Bunda

di

seluruh Indonesia

Assalamualaikum wr wb.

Hai Bunda, apa kabar? Semoga Bunda di sini dalam keadaan sehat walafiat dan Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan karuniaNya untukmu. Aku di sana Alhamdulillah juga sehat. Ini semua berkat doamu Bunda. Terima kasih banyak, ya.

Pasti Bunda terkejut menerima suratku. Tanpa angin ataupun hujan, tiba-tiba lembaran ini telah berada di tanganmu. Surprise! Aku ingin memberimu kejutan. Sudah lama aku tidak menulis surat. Sejak jarak antara kita semakin dekat karena semakin canggihnya teknologi. Dan sekarang, aku berhasil mengirimkanmu surat.

Bunda… Tahukah engkau kalau aku sangat merindukanmu? Aku ingin melihat wajahmu, memelukmu, dan merasakan belaian lembut tanganmu. Tapi apa hendak dikata, engkau di sini dan aku di sana.

Bunda…

Saat ini aku sedang menjalani tugasku sebagai dokter muda di Bagian Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Selama menjalani kepaniteraan klinik (koas) di bagian ini, wajahmu selalu melintas di pikiranku. Saat melihat ibu-ibu hamil yng dating ke poliklinik untuk melakukan pemeriksaaan, aku teringat akan engkau yang sedang mengandung adikku. Apakah Bunda seperti ibu-ibu itu yang rutin memeriksa kandungannya (antenatal care)? Sehingga perkembangan janin dan kondisimu dapat diketahui; baikkah atau sebaliknya? Apakah engkau mendapatkan suplemen tambahan seperti susu untuk ibu hamil, vitamin seperti asam folat untuk menguatkan janin, dan tablet besi untuk mencegah kurang darah (anemia)? Apakah Bunda sudah disuntik Tetanus Toksoid (TT) yang bermanfaat untuk memberikan kekebalan terhadap infeksi tetanus? Ah, beragam pertanyaan muncul dibenakku.

Mungkin kalau di kampung tidak ada dokter kandungan, fasilitasnya pun tidak lengkap. TIdak ada mesin ultrasonografi (USG). Itu lho Bunda alat yang bisa melihat adik bayi, bisa menaksir umur kehamilan, dan berat si adik. Tidak ada cardiotopografi (CTG) untuk mengetahui denyut jantung bayi. Kalau kita lihat di monitor tampak seperti gelombang yang naik turun. Tapi aku yakin, di kampung kita sudah ada Bu Bidan. Jadi, Bunda rajin-rajin ya periksa kandungan ke Bu Bidan agar Bunda dan adikku sehat. Kalau ada yang tidak dipahami, tanyakan saja. Bu Bidan pasti akan menjelaskannya ke Bunda.

Lalu saat di ruang bersalin, aku melihat betapa sakitnya ibu-ibu yang ingin melahirkan. Dus, langsung aku berpikir bagaimana keadaan Bunda saat melahirkan. Sakit sekali ya Bunda? Tapi ketika tangisan bayi terdengar seolah semua beban yang ditanggung selama 9 bulan lenyap seketika. Kebahagiaanlah yang terpancar di wajah mereka. Cantik sekali. Aku yakin Bunda juga secantik itu ketika adik bayi lahir.

Namun, tidak semua ibu-ibu dapat bersalin dengan normal. Ada yang harus di operasi (sectio caesaria) karena berbagai sebab. Ada yang mengalami perdarahan hebat sehingga harus ditransfusi darah. Banyak juga di antara ibu-ibu itu harus melahirkan kurang bulan (prematur) karena penyakit preeklamsia berat yang mereka derita. Penyakit yang dikenal sebagai racun dalam kehamilan dan ditandai dengan tekanan darah yang tinggi, adanya protein di air seni (proteinuria), dan bengkak di kaki (udem). Yang menjadi racunnya adalah janin sehingga baru sembuh jika janin telah dikeluarkan. Tidak sedikit di antara mereka yang mengalami kejang-kejang dan berakhir dengan kematian.

Bunda…

Angka kematian ibu (AKI) di negara kita masih sangatlah tinggi. Aku pernah membaca data dari Bappenas tahun 2009, di sana ditulis bahwa setiap tahun sekitar 20.000 perempuan di Indonesia meninggal akibat komplikasi dalam persalinan atau 307 orang per 100.000 kelahiran hidup. Menyedihkan ya, Bunda? Seharusnya melahirkan menjadi peristiwa bahagia tetapi malah berubah menjadi tragedi. Padahal pemerintah kita dalam salah satu poin Millennium Development Goals 2015telah menfokuskan untuk mengurangi kematian ibu.

Lagi-lagi aku teringat akanmu; Bunda. Namun, Bunda tidak perlu risau. Umur itu berada di tangan Allah dan kita bisa berusaha agar tidak terjadi penyakit-penyakit selama Bunda hamil dan setelah melahirkan. Caranya adalah melakukan antenatal care secara teratur pada bidan atau dokter. Sehingga jika ada kelainan yang membahayakan Bunda dan janin, maka dapat dilakukan tindakan segera.

Kemudian di ruangan rawat aku melihat ibu-ibu yang baru melahirkan dengan semangatnya memberikan ASI pada bayinya. Tapi ada juga yang memberikan susu formula karena menurut sang ibu ASInya tidak lancar dan takut bayinya kehausan. Langsung saja aku dan teman-teman melarang sang ibu dan menganjurkannya untuk tetap memberi ASI. Tidak usah takut bayi kehausan, karena bayi yang baru lahir itu akan tetap bertahan selama 72 jam. Kalau ASI tidak lancar bisa dipijat. Di sana ada bidan khusus yang melakukan pemijatan agar ASI ibu lancar. Aku juga diajari caranya, Bunda.

Aku bertanya pada bidan itu, apakah untuk melancarkan ASI cukup dengan pemijatan saja? Ibu bidan itu menjelaskan kalau ternyata lancar tidaknya ASI bergantung pada faktor fisik dan faktor psikologis sang ibu. Kalau fisik ibu sehat dan selalu makan makanan bergizi, maka ASI pun akan lancar dan adik pun sehat. Kemudian kalau si ibu stress, maka ASInya pun menjadi tidak lancar. Jadi pikiran ibu juga harus tenang. Berarti kesehatan adik bergantung pada kesehatanmu Bunda. Dan ternyata kita tidak perlu mengandalkan bidan saja untuk memijat payudara ibu, tapi bisa juga sang suami. Kalau begitu, Bunda bisa meminta tolong ayah.

Dulu aku sering berpikir kenapa Bunda harus menyusui? Kenapa Allah memerintahkan agar seorang ibu menyapih anak selama dua tahun? Selama koas aku menjadi tahu jawabannya. Bunda, banyak di antara penderita kanker payudara di rumah sakit tempatku bertugas adalah para ibu yang hanya menyusui sesaat anaknya. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang tidak memberikan ASI. Padahal, dengan menyusui maka resiko terkena terkena kanker payudara akan semakin kecil. Karena kanker payudara itu erat kaitannya dengan hormon estrogen yang kadarnya menurun pada ibu yang menyusui.

Ohya Bunda, adik bayinya jangan dikasih makanan lain selain ASI ya sebelum dia berumur 6 bulan. Soalnya tubuh bayi pada umur kurang dari 6 bulan belum begitu sempurna. Kalau dikasih minum air bisa-bisa ginjalnya rusak. Kan ginjal itu berfungsi sebagai penyaring, tapi pada adik bayi fungsinya tidak seperti ginjal orang dewasa. Terus Bunda, jangan kasih pisang ya. Kasihan adiknya. Bisa-bisa perutnya kembung karena perut adik bayi itu belum bisa menggiling makanan padat. Begitu juga susu formula. Penyerapannya di usus tidak sempurna. Jadi berikanlah ASI selama 6 bulan atau yang dikenal dengan ASI eksklusif agar adik sehat dan cerdas. Tapi kalau Bunda sakit dan penyakit Bunda membuatmu tidak boleh menyusui, baru bolehlah Bunda memikirkan susu formula sebagai pengganti ASI.

Wah panjang ya suratku, Bunda. Habisnya aku semangat sekali sih. Aku ingin berbagi dengan Bunda, karena aku sayang Bunda dan juga adikku. Kalau Bunda dan adik bayi sehat pasti aku akan sangat bahagia.

Bunda, cukup di sini dulu ya suratku. Lain kali jika ada kesempatan akan kukirim lagi surat yang lain untukmu. Doakan aku bisa mengajak pasien-pasienku yang sedang hamil untuk melakukan antenatal care dengan teratur, memberikan ASI eksklusif, dan mengubah pandangan hidup mereka yang masih primitif. Semoga Bunda dan adik bayi sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Amiin.

Wassalam,

Liza Fathiariani

Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Blog Nutrisi untuk Bangsa (Lomba Blog NuB) dengan link  http://nutrisiuntukbangsa.org/blog-writing-competition/