"Tujuh Bulanan Mama" Terbaik dalam Hidupnya

Oleh Tri Maryati 26 Feb 2014

Dear Diary… Sungguh tak ku sangka, begitu hebatnya kehadiran sebuah janin manusia yang mungil hingga dapat menyatukan sebuah keluarga yang sebelumnya terasa amat kaku. Mungkin tak ada kata yang bisa kutuliskan kepadamu sehingga kau bisa mengerti bagaimana perasaan takjubku saat itu. Pernikahan adalah awal dari kisah ini. Sudah sewajarnya bahwa pernikahan bukan hanya menyatukan dua buah hati, tetapi juga menyatukan kedua keluarga. Tapi bagaimana bila pernikahan itu hanya menyatukan dua insan manusia tanpa embel-embel keluarga? Hal itulah yang menimpa sahabat karibku. Dia masih sangat muda ketika akhirnya ia memutuskan untuk menikahi laki-laki yang kini menjadi suaminya. Keluarga memang merestui hubungan dan pernikahannya namun serasa ada “jarak” yang memisahkan mereka. Hingga tiba kabar gembira dari sebuah pernikahan yaitu kehamilan. Mertua yang tadinya dingin dan kaku berubah drastis menjadi amat sangat perhatian dan selalu menomorsatukan kenyamanan dan kesehatannya. Puncaknya pada saat upacara adat “Tujuh Bulanan Mama” dilangsungkan. Kulihat betapa khidmatnya sang mertua mendoakan agar kelak si jabang bayi lahir dengan sehat dan selamat. Berulang kali ia mengelus-elus perut menantunya disela-sela ia berdoa. Mereka berdua, menantu-mama mertua, larut dalam keakrabannya dan tampak asyik membagi-bagikan sembako dan rujak “Tujuh Bulanan” untuk tamu undangan yang hadir. Dan kurasa, itulah Tujuh Bulan terbaik dalam hidupnya.